Jumat, 30 September 2022

Lompatan Pemikiran dalam Penerjemahan



Aliran pemikiran linguistik dari Wilhelm von Humboldt pada awal abad 19 sampai Edward Sapir dan Benjamin Lee Whorf pada pertengahan abad 20, semuanya menyatakan secara meyakinkan bahwa bahasa sebagai kekuatan penentu pada suatu masyarakat, kebudayaan, atau bangsa, telah membentuk semua penuturnya masing-masing dengan cara yang kurang lebih sama. Sebut saja bahasa apa yang Anda tuturkan, dan saya akan menebak siapa Anda.

Bahasa dan Keteraturan Pola

Bahasa agaknya memiliki keteraturan dan pola yang relatif permanen. Memang keteraturan dan pola itu berubah seiring dengan waktu dan tempat, tetapi perubahannya sangat lambat dan berangsur-angsur sehingga pada waktu-waktu tertentu, pola dan keteraturan itu seakan akan sudah menjadi sifatnya. Ketika seseorang mengatakan sesuatu yang terdengar janggal, biasanya kita tidak perlu memeriksa kamus atau buku tata bahasa untuk tahu begitu saja bahwa umumnya orang tidak mengatakan se suatu dengan cara seperti itu. Bahasa "di dalam kepala kita" kelihatannya mempunyai bentuk, ukuran, warna, dan rasa yang menolak atau paling tidak, menentang cara lain dalam mengatakan sesuatu-terutama jika cara itu berasal dari orang di luar kelompok kita, penutur bahasa daerah yang berbeda dari bahasa kita, atau penutur ba hasa lain. Bagi kita, struktur kalimat dan ungkapan idiomatis dalam bahasa asing tak hanya tampak janggal, melainkan keliru, baik ketika kita belajar bahasa asing untuk pertama kalinya maupun tatkala kita berbicara dalam ba hasa kita dengan orang asing yang tidak bisa menuturkan nya dengan lancar.

Inilah pentingnya melangkah mundur dari konteks tempat bahasa tersebut dihasilkan dan masyarakat yang menghasilkan bahasa itu, kemudian memandang bahasa dengan bebas seakan-akan bahasa adalah "sesuatu" yang relatif stabil dengan sendirinya. Bahkan, ketika sedang kurang stabil alih-alih lebih stabil, tatkala bahasa kelihatan mudah sekali berubah-ubah sehingga lebih tampak sebagai air terjun atau kebakaran hutan daripada sistem struktural, ada baiknya bila bahasa diperlakukan seperti suatu objek yang koheren. Tentu saja, para juru bahasa simultan, juga kebanyakan penerjemah dan juru bahasa lainnya, acapkali tampak menunggangi bahasa bagaikan seekor kuda liar, atau seperti memegangi ekor harimau. Memperlakukan "penunggangan-penunggangan" ini secara linguistik sama saja dengan menyederhanakannya, menjinakkannya, tetapi dalam banyak hal, inilah satu satunya cara untuk membicarakannya.

Bagaimana Tisa Terjadi Abduksi

Memahami ungkapan atau pesan yang ditulis orang lain jauh lebih rumit daripada yang kita duga. Akal sehat menyatakan, kita akan memahami sebuah teks jika kita mendengar atau membacanya dalam bahasa yang kita kenal dengan baik, dan jika teks itu ditulis dengan baik secara sintaksis dan semantis. Memang, sulit dibayangkan begitu saja suatu kasus di mana pemahaman seperti itu mungkin tidak secara langsung atau otomatis diperoleh.

Namun, kasus-kasus demikian banyak terjadi. Kasus yang paling umum terjadi ketika Anda mengira diajak bicara dalam suatu bahasa, misalnya bahasa asing atau bahasa B, dan ternyata Anda disapa dengan bahasa lain,

Misalnya bahasa ibu Anda atau bahasa Indonesia. Sapaan itu mungkin terdengar seperti ocehan tak bermakna dalam bahasa Arab, sampai saat Anda membetulkan perkiraan Anda semula dan benar-benar "mendengar" percakapan itu sebagai teks bahasa Indonesia. Hal ini terutama terjadi tatkala Anda sedang berada di suatu negara asing dan Anda tidak mengira ada orang yang menuturkan bahasa ibu Anda. Perkiraan pula yang bisa menghambat daya tangkap Anda ketika seseorang menyapa Anda dalam bahasa ibu Anda, sekalipun dengan pengucapan dan tata bahasa yang sempurna. Bahkan, setelah tiga atau empat kali mengulang, akhirnya Anda harus bertanya, "Maaf, Anda bicara dalam bahasa apa?" Ketika Anda diberitahu bahwa itu adalah bahasa ibu Anda, tiba-tiba saja bunyi-bunyian kacau tadi melompat membentuk tatanan yang saling bertautan, dan percakapan itu bisa ditangkap maknanya.

Inilah abduksi: lompatan dari data yang membingung kan menjadi hipotesis yang masuk akal. Dan ini terjadi bahkan pada percakapan dalam bahasa ibu kita yang seharusnya mudah dipahami. Sesuatu yang menghalangi kemampuan kita untuk memahami bahasa, dugaan yang menyesatkan, kebingungan (seperti saat Anda mendengar percakapan teman, orang tua, atau pasangan, Anda mendengar, mencatat, dan memahami semua kata, tetapi tidak mengerti karena pikiran Anda sedang berada di tempat lain), dan apa yang semestinya mudah tiba-tiba saja menjadi sulit; hal yang secara otomatis harus memerlukan lompatan logika atau sebutlah sebuah abduksi. demikan hal hal yang dilakyukan oleh pengelola jasa penerjemah


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penemu Kaidah Bahasa Arab (Nahwu)

Abu Al-Aswad Ad-Du'ali lahir dengan nama Zalim bin 'Amr bin Sufyan bin Jandal bin Yarsud bin Nasr pada tahun 603 Masehi di Basra, Ir...